18 Februari 2010

STROKE

STROKE
DR. H. IDRAT RIOWASTU, SP.S
Kepala Bag. Neurologi
RS. Raden Mataher / FK UNJA
PENDAHULUAN
STROKE merupakan penyakit pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.
Angka kematian STROKE adalah nomor 3 setelah penyakit Jantung dan Kanker
STROKE pada umumnya menyerang pada usia 40 thn keatas dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia dibawah 40 thn (pola hidup dan makan)


DEFINISI STROKE
Adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dlm beberapa detik) atau secara cepat (dlm beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
PEMBAGIAN STROKE
STROKE dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Stroke Perdarahan/stroke hemoragik
2. Stroke Infark/stroke non hemoragik

GEJALA KLINIS STROKE
Lemah atau lumpuh anggota gerak sebelah kiri atau kanan
Rasa baal, kesemutan anggota gerak sebelah kiri atau kanan
Gangguan bicara
Gangguan menelan
Kebutaan yang mendadak (amaurosis fugaks)
Pusing (vertigo)
Gangguan memakai sandal
Sakit kepala yang hebat dan mendadak, disertai muntah
Kesadaran menurun
Kejang-kejang

FAKTOR RESIKO STROKE :
Tekanan darah tinggi
Penyakit jantung
Kencing manis / DM
Alkoholisme dan narkoba
Perokok
Obesitas / kegemukan
Kurang olahraga
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
CT Scan kepala
MRI


PENATALAKSANAAN :
Perawatan dirumah sakit secepatnya dengan fasilitas yang cukup
Fisioterapi secara rutin
KESIMPULAN :
STROKE merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian juga memberatkan sosioekonomi penderita
Untuk menekan mobilitas dan mortalitas akibat STROKE hanya pencegahan yang dapat kita andalkan
Usaha pencegahan yang terpenting adalah mengendalikan faktor resiko
TERIMA KASIH

PENYAKIT OTOT SERANLINTANG

PENYAKIT OTOT SERANLINTANG
Dr.IDRAT RIOWASTU SP.S
BAG. SARAF FK UNJA
MIOPATI GENETIK DISTROFI OTOT
KELOMPOK PENYAKIT OTOT YANG HETEROGEN DAN BERSIFAT GENETIK
PADANYA DIJUMPAI DEGENERASI PRIMER OTOT SKELET
TERJADI REDUKSI MASSA SEL OTOT SECARA GRADUIL SEBAGIAN BESAR AKIBAT EPISODE BERULANG NEKRO-SIS SERABUT OTOT SECARA SEGMENTAL
MIOPATI GENETIK DISTROFI OTOT
MESKIPUN TERJADI PERBAIKAN DAN REGENERASI TETAPI AKHIRNYA SERABUT OTOT AKAN MENGHILANG DAN DIGANTIKAN OLEH SEL-SEL LEMAK YANG TERKUBUR DIDALAM JARINGAN PENGIKAT FIBREUS
TH 1987 DIKETAHUI DIAKIBATKAN ABNORMALITAS GENETIK DYSTROPHIN
MIOPATI GENETIK DYSTROPHIN
PROTEIN SITOSKELETAL YANG BESAR TERDAPAT PADA PERMUKAAN SITOPLASMIK MEMBRANA SARKO-LEMMA
DEFEK BIOKHEMIS AKIBAT PROTEIN INI YANG ABNORMAL SECARA GENETIK, MASIH BELUM DIKETAHUI
MIOPATI GENETIK DISTROFI OTOT
DIKLASIFIKASIKAN ATAS DASAR: MODE OF INHERITANCE, USIA SAAT ONSET PENYAKIT, KECEPATAN PROGRESI, DAN POLA DISTRIBUSI OTOT YANG TERLIBAT
MIOPATI GENETIK DISTROFI OTOT
X-LINKED RECESSIVE DG DEFEK DYSTROPHIN: DMD BMD
DEFEK TAK DIKETAHUI: SCAPULOPERONEAL EMERY-DREIFUSS
AUTOSOMAL RECESSIVE GELANG EKSTREMITAS: ** SCAPULOHUMERAL ***PELVIFEMORAL
AUTOSOMAL DOMINANT: *FACIOSCAPULOHUMERAL **SCAPULOPERONEAL ***OCULOPHARYNGEAL
MIOPATI GENETIK DUCHENNE’S MUSCULAR DYSTROPHY
Insidens 1 per 3500 bayi laki-laki lahir hidup
Disebabkan mutasi gene dystrophin pada lengan pendek kromosom X
Umumnya pada laki-laki; wanita menjadi karier
MIOPATI GENETIK Duchenne’s Muscular Dystrophi
Mulai diketahui umumnya pada awal masa kanak-kanak
Sering dijumpai delayed motor development (sampai usia 18 bln belum dapat berjalan)
Karakteristik klinis awal: waddling gait, lordotic gait, sukar untuk lari dan naik tangga, serta tendensi untuk jatuh
MIOPATI GENETIK DUCHENNE’S MUSCULAR DYSTROPHY
GOWERS MANEUVER: SAAT MENCOBA BERDIRI PASIEN MEMANJAT DIRI SENDIRI DENGAN CARA TANGANNYA BERTUMPU BERGANTIAN SEPANJANG TUNGKAI-NYA KEATAS SAMPAI TERCAPAI POSISI BERDIRI
MIOPATI GENETIK DUCHENNE’S MUSCULAR DYSTROPHY
Kelemahan mulai terjadi pada otot proksimal: m.gluteus, iliopsoas, qua-driceps femoris, m.deltoid, triceps, biceps, pectoralis.
Otot betis, lengan bawah dan tangan relatif terhindar
Dijumpai hipertrofi otot betis, kadang-kadang otot lain: deltoid, quadriceps, masseter, lidah
MIOPATI GENETIK DUCHENNE’S MUSCULAR DYSTROPHY
Antara 8-12 tahun umumnya sudah harus menggunakan kursi roda
Pada stadium akhir dijumpai: kontraktur otot, kyphoscoliosis yang progresif, obesitas atau cachexia yang meningkat
Kematian terjadi pada akhir belasan tahun atau awal 20 tahunan o.k. gagal napas atau jantung
MIOPATI GENETIK DUCHENNE’S MUSCULAR DYSTROPHY
IQ pasien lebih rendah dari normal dan dan sebagian ada cacat mental
Dijumpai cardiomyopathy
Serum creatinin kinase meningkat
EMG menunjukkan miopati
Biopsi otot menunjukkan serabut otot dengan hiperkontraksi, necrosis segmental dan fagositosis

PENYAKIT OTOT SKELET DENGAN ABNORMALITAS EKSITABILITAS MEMBRAN SEL
SINDROMA MIOTONIK KHAS DENGAN MENINGKATNYA EKSITABILITAS MEM-BRAN SEL OTOT SKELET
PARALISIS PERIODIK SEBALIKNYA KHAS DENGAN KEGAGALAN EKSITABI-LITAS MEMBRAN SEL SECARA EPISODIK
MIOTONIA
SECARA KLINIS DIKENAL KARENA ADANYA GEJALA TERTUNDANYA RELAKSASI OTOT SKELET SETELAH KONTRAKSI VOLUNTER ATAUPUN KONTRAKSI YANG DICETUSKAN OLEH STIMULASI ELEKTRIK MAUPUN MEKANIK
MYOTONIA
MYOTONIA CONGENITA
MYOTONIA DYSTROPHIC
PARAMYOTONIA CONGENITA
MYOTONIA CHONDRODYSTROPHIC
HYPERKALEMIC PERIODIC PARALYSIS

MYOTONIA
KEKAKUAN OTOT TANPA DISERTAI NYERI SAAT MEMULAI SESUATU GERAKAN
MENGHILANG PERLAHAN SELAMA 5-15det
PENGGUNAAN OTOT YANG SERING ME-NINGKATKAN MOBILITAS
TETAPI PERIODE ISTIRAHAT AKAN MENGEMBALIKAN KEKAKUAN OTOT

MYOTONIA
KONTRAKSI OTOT MINIMAL UMUMNYA TIDAK TERGANGGU
KONTRAKSI OTOT YANG KUAT BERAKI-BAT TERKUNCINYA OTOT SAAT KONTRAKSI
DIPERBERAT OLEH DINGIN, PUASA, MENSTRUASI, MENGKONSUMSI KALIUM DAN KEGONCANGAN EMOSI
MYOTONIA
PEMERIKSAAN ELECTROMYOGRAPHY DENGAN JARUM KONSENTRIS AKAN MENUNJUKKAN GAMBAR CETUSAN BER-ULANG MOTOR UNIT POTENTIAL YANG FREKWENSI DAN AMPLITUDONYA BER-FLUKTUASI (WAX AND WANE) DAN DI-JUMPAI JUGA AKTIVITAS INSERSI YANG MENINGKAT
POLA SUARA CRESCENDO-DECRESCENDO: DIVE BOMBER POTENTIAL


PERIODIC PARALYSES
DISFUNGSI PRIMER OTOT SKELET YANG KHAS DENGAN TIMBULNYA SERANGAN SEMENTARA KELEMAHAN OTOT
SERINGKALI BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN KADAR KALIUM DALAM SERUM
OTOT POLOS DAN OTOT JANTUNG TIDAK TERLIBAT
PERIODIC PARALYSIS
SINDROMA YANG JARANG
SEBAGIAN BESAR FAMILIAL DENGAN AUTOSOMAL DOMINANT INHERITANCE
TETAPI JUGA DIJUMPAI KASUS SPORADIK
ADA 2 TIPE : HIPERKALEMIK DAN HIPOKALEMIK
ADA JUGA BENTUK ACQOUIRED PADA TIROTOKSIKOSIS (KEKURANGAN KALI-UM KHRONIK)
HYPOKALEMIC PERIODIC PRALYSIS
ONSET PADA DEKADE I ATAU II
K SERUM IKTAL : 1.5-3
DERAJAT BERAT SERANGAN +++
DURASI SERANGAN 1-12 JAM
FAKTOR PREDISPOSISI: KONSUMSI BANYAK CARBOHIDRAT, STRES, REST SETELAH EXERCISE
MIOTONIA - ; AUTOSOMAL DOMINANT
TES PROVOKATIF: GLUKOSE+INSULIN

HYPERKALEMIC PERIODIC PARALYSIS
ONSET > 10 TH
SERUM K IKTAL 5.0-8.0
DERAJAT BERAT SERANGAN + (MILD)
DURASI SERANGAN < 1 JAM
FAKTOR PREDISPOSISI; DINGIN, PUASA, REST SETELAH EXERCISE
MIOTONIA + ; AUTOSOMAL DOMINANT
TES PROVOKASI: KCl ORAL SETELAH LAT.

TUMOR OTAK

dr.Attiya Rahma
TUMOR OTAK

INSIDEN
Tumor otak memp.2 puncak,pertama usia anak-anak 3-12 tahun,puncak kedua 50-70 tahun.
Dua pertiga ,terjadi pd anak-anak,terletak infra tentorial,berasal dari:serebellum,batang otak dan mesensefalon
Pada orang dewasa terletak supra tentorial,dan berasal dari korteks dan hemisfer otak
Insiden pd pria hampir sama dg wanita, astrositoma > pd pria, sedang meningioma > pd wanita
Di USA ,1998 tumor otak primer34.000, 170.000 tumor otak metastasis. Tahun 2003 ,18.300 kasus baru dg kematian 13.100 orang.
DEFINISI
Tumor otak adalah pertumbuhan jinak atau ganas dari jaringan otak / selaputnya, yang menyebabkan proses desak ruang,dan menyebabkan perubahan patologis.
Tumor primer (50%) dari seluruh tumor otak t.d: Glioma 50%, meningioma (20%),adenoma (15%), neurinoma (7%)
Tumor sekunder (50 %) t.d : tumor metastasis
Letak tumor ,pada dewasa: (60%) supratentorial,pada anak : (70%) infratentorial
ETIOLOGI TUMOR OTAK Penyebab pasti belum diketahui.
Bawaan : Dijumpai pada anggota sekeluarga ,mis : Meningioma , astrositoma, neurofibroma.
Sisa jar.embrional,mengalami degenerasi
perubahan neuroplastik, mis: kraniofaringioma, teratoma intra kranium, kordoma ( berasal dari: kantung rathke, mesenkim-ektoderma embrional, korda dorsalis)
ETIOLOGI TUMOR OTAK (2)
3. Radiasi : Dosis subterapi dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkim menjadi tumor.
Virus : Telah terbukti oleh Burkitt , bahwa limfoma pd penduduk Afrika di – sebabkan oleh infeksi virus.
Zat karsinogenik: Methylcholantrone, nitrose- ethyl- urea ,dpt menyebabkan tumor otak pada percobaan binatang.
ISI KRANIUM
Isi kranium: selalu konstan, berisi: otak, cairan serebrospinal,pembuluh darah dg isinya
Otak mikroskopis t.d: NEURON , NEUROGLIA ( Astrosit fibosa & protoplasmatis, mikroglia, oligodendroglia,dan sel ependim) dan MENINGES, PEMBULUH DARAH.

ISI KRANIUM (2)
Volume otak : 1400 ml , cairan LCS : 150 ml, darah : 150 ml
Hukum Monro Kellie: total volume dari ketiga komponen selalu konstan
Bila ada kenaikan volume salah satu komponen ,akan terjadi kompresi komponen lainnya.
NEOPLASMA OTAK
NEOPLASMA INTRA - AKSIAL, GLIAL,GLI0M

Asal;parenkim otak, neuron,neuroglia
SIFAT : infiltratif
Contoh:Astrositoma ,Ependimoma, Meduloblastoma, Oligodendroglioma
NEOPLASMA EKSTRA - AKSIAL, NON GLIAL

Asal : luar otak ,Meningen, Hipofisis,embrional, metas
SIFAT:ekspansif
Contoh:Meningioma,neurinoma akustikus,adenoma hipofise, kranioparingioma
,tumor epidermoid.
1. LOW GRADE ASTROSITOMA =BENIGN ASTROSITOMA
Incidence : 25-30 % of Astrositomas
Age : Generally occur in younger,
Childhood
Adult from 20-40 years
Pathologi : No necrosis
No neovascularity
Hemorrhage rare
Edema uncommon
Maybe either focal or diffusely
Infiltrating
CT scan : Typically well- delinated
Low density mass
With little or no enhancement
Survival : 3 -10 years
Gbr. Low grade astrocytoma
2. ANAPLASTIC ASTROSITOMA = MALIGNANT ASTROSITOMA
Incidence :25-30% of Astrositoma
Age :Greater than 40 years
Pathology : = Low grade Astrositoma
Radiolgy :Compared with LG Astrost
Less well defined
More mass effect
More contrast enhancement
Survival : 2 – 3 years


3. GLIOMA MULTIFORME
Incidence : 50 % of Astrocytoma
Age : 5th-7th decades
: Worse prognosis
Patholgy : Characterized by necrosis
: and hemorrhage
Radiolgy : Compared with Benign
Astrocytoma :
- Greater mass effect
- Vasogenic edema
- Heterogeneity and enhancement
Gbr. Glioblastoma multiforme
4.OLIGODENDROGLIOMA
Incidence : 5% of Primery brain tumor
Age : Adult : Children + 8:1
Peak age : 35-40 years
Location : 85% Supratentorial
Pathology : -Well defined, circumscrib, globuler. Hemorrhage and cyst formation rare. Calcification in more than 70%. Nearly 50%
considered “ mixed “
Radiology/CT scan: - : Heterogenous mass, Usually partially calcfied, With variable enhancement , Edema in less than one third.

Gbr. Oligodendroglioma
5. EPENDIMOMA
Incidence : 5% of Intracranial tumor, but third most common intra cranial neoplasma in children.
Age : Children and Adolescent
50% younger than 5 years
Second, much smaller in adult 30-40 years 0ld
Location : 60-70% infratentorial (mostly in children), 70% from fourth vertricle. 30-40% supratentorial.
Pathology : Several type : celluler, epithelial :rosettes ,papillary mixopapillary. Calcification in 50% . Cyst common. Hemorrhage uncommon (40%).
Radiology/ CT scan : Isodense, calcified in 50%.
Surival : 25-50% : 5 years survival.
Gbr. Ependymoma
6.MEDULOBLASTOMA
Incidence : 6% 0f primary intracranial tumor. Second most common childhood brain tumor.
Age : 75% < 15 years .50% < 10 years.Second peak at 20- 30 years
Location : Exclusively cerebellar
Patholgy : Densely cellular neoplasma with hiperchromatic nuclei. May from pseudorosettes.
Radiology/CT : Approximately 90% are well defined, hiperdense, midline posterior fossa mass. Enhancement strong. Hemorrhage rare. Calcification in 10-15%. Hidrocephalus in 90%.
Gbr. Medullo blastoma
7. MENINGIOMA
Incidence : 15-20% of primary intracranial tumor, most common non glial neoplasm.
Age : Peak incidence: 40-60 years
Female: Male = 2:1 (brain)
4:1 (spine)

7. MENINGIOMA (b)
Location : Tumor can be : Globular en plaque intra osseus.
Parasagital convexity:30- 40% , Sphenoid wing : 15- 20% , Olfactory groove/ planum sphenoid: 10 %, Suprasellar : 10% , Falx 5%
Pathology : Meningepithelial,syncytial, whorl. Fibroblastic : sheets. Transtional.

MENINGIOMA (c)
Radiology : Skull film ( sclerosis, increased vascular channel , calcification, bone destruc tion ,pneumosinus dilatans CT scan : Sharply delinated , 75% homogeneusly hyperdense on non enhanced CT , 25% isodense.
Gbr. Meningioma
KARAKTERISTIK TUMOR OTAK
Menurut Lokasi : Tumor otak mempunyai gejala khas sesuai gangguan fungsi vital dimana tumor berada.
Menurut Jenis tumor: Tumor otak tertentu mempunyai sifat dan manifestasi klinik ttt.
Menurut Ukuran tumor : Tumor otak yang besar menyebabkan kerusakan otak yang lebih luas, dg gejala klinik yang lebih kompleks.
Menurut Jumlah tumor : tunggal – tumor primer, multiple biasanya metastasis.

MANIFESTASI KLINIK TUMOR OTAK (1)
1. Tanda –gejala lokalisatorik yg benar.
Dasar : Bagian otak ttt punya fungsi ttt
 Bila ada ggn –fs ttt pasti ada ggn organik pada otak ttt tadi
Tanda-gejala ini sering luput pengamatan / luput dihargai, setelah ada proses desak ruang baru disadari.
2. Gejala ini timbul sebelum ada manifestasi TIK meninggi, mis : monoparesis,hemiparesis, hemianopsia, anosmia.

MANIFESTASI KLINIK TUMOR OTAK (2)
2. Gejala dan tanda lokalisatorik yg menyesatkan.
Tak sesuai dengan ggn –fs bagian otak dimana tumor berada.
Mis : - kelumpuhan N III , IV , VI
- refleks pathologis ke-2 sisi
- gangguan mental
-gangguan endokrin
- encephalomalasia
MANIFESTASI KLINIK TUMOR OTAK (3)
3. Tanda dan gejala akibat TIK meninggi.
Mis : Gangguan kesadaran, sefalgia, muntah, kejang ,gangguan mental, rasa abnormal , papiledema , pembesaran kepala anak , bradikardi- tensi meninggi, gangguan irama napas dll.
-Gejala umum ini terjadi o.k : akibat langsung dari masa tumor, edema otak atau obstruksi LCS.
MANIFESTASI KLINIK TUMOR OTAK (4)
Tanda –tanda fisik diagnostik :
Papil edema.
Pembesaran kepala anak ,dgn pelebaran sutura
Hipertensi yang progresif, sebagai mekanisme kompensasi, bradikardi.
Irama dan frekwensi pernapasan yg berubah.
MANIFESTASI KLINIK TUMOR OTAK (5)
GANGGUAN KESADARAN :
Akibat tekanan intrakranial meninggi, timbul ancaman herniasi otak, dgn akibat penurunan kesadaran.
Misalnya : Sindroma unkus atau kompresi diensephalon ke lateral,sindroma kompresi sentro rostrokaodal thd BO, Herniasi otak kecil ke foramen magnum.
Keadaan ini menyebabkan kegawatdaruratan medik.

DIAGNOSIS TUMOR OTAK (1)
ANAMNESIS ;
Keluhan yang sifatnya kronis-progresif.
Misalnya :
Nyeri kepala hebat dlm bbrp mg / bulan.
Atau nyeri kepala ,kmdn diikuti defisit neurologik yang lain mis :gangguan motorik, sensorik,sensibel.

DIANOSIS TUMOR OTAK (2)
INGAT GEJALA UMUM:

1. Sefalgia : berdenyut, terasa pagi hari, meningkat bila mengejan, batuk atau angkat berat.
2. Muntah : pagi hari, tak bhb dg makanan ,sifatnya proyektil.
3. Kejang : fokal / umum, tumor dekat girus pre sentralis.
4. Perubahan mental: demensia,apatis,gangg. berpikir dan daya ingat.
5. Papiledema dgn pem funduskopi.
6. Pembesaran kepala anak.
7. Bradikardi dan hipertensi.
DIAGNOSIS TUMOR OTAK (3)
INGAT SINDROM FOKAL/ LOKALISATORIK :

Lobus Frontalis : sefalgia & gangg .mental
Lobus Temporalis: tinitus, halusinasi auditorik, afasi sensorik.
Daerah Pre sentralis: kejang dan hemiparesis, kontralateral.
Lobus Parietalis : Gangg. Sensibilitas , asteriognosia ( tak
mampu mengenal barang yang dipegang.
DIAGNOSIS TUMOR OTAK (4)
INGAT SINDROM FOKAL:
Lobus Oksipitalis :sefalgia, gangg.medan penglihatan, agnosia visual.
Serebelum :ataksia, disdiadokokinesis, dismetri, rebound phenomen, disartri.
Batang Otak : gangg.kesadaran & gangg. saraf spinal.
DIAGNOSIS TUMOR OTAK (5)
INGAT TANDA-TANDA LOKALISATORIK YANG MENYESATKAN :
Kelumpuhan N III , IV , VI
Refleks patologis positif.
Gangguan mental  demensia dll.
Gangguan endokrin.
PEMERIKSAAN PENUNJANG TUMOR OTAK (1)
1. X FOTO KRANIUM:
-sejak 1895 : William Roentgent
-Gambaran destruksi sella tursika
- Kalsifikasi (+) pada astrositoma
- Sutura kepala anak : melebar
2. EEG: kumpulan gelombang lambat, menunjukkan lokasi tumor.
3. ARTERIOGRAFI:
- sejak 1927 : Monitz
- tampak pbl.darah di otak sebagai : neovaskularisasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG TUMOR OTAK (2).
1. BRAIN CT SCAN :
- Sejak 1972 : Godfrey Hounsfield
- Dapat melihat : letak tumor,besar, jumlah, adanya
edema otak, kalsifikasi .
2. MAGNETIC RESONANCE IMAGING(MRI).
- Ditemukan sejak 1980, masuk Indonesia 1990
Hasilnya lebih unggul dari CT Scan,
terutama tumor otak yang letaknya di fossa
kranii posterior.

PENGELOLAAN TUMOR OTAK(1)
TERAPI KONSERVATIF.
A. Sefalgia : R/ Analgetika.
B. Kejang diberikan anti kejang.
C. Pemberian antiedema, misalnya ;
R/ Asetolamide(Diamox) S 3dd I
R/ Dexametason S 4dd I.
PENGELOLAAN TUMOR OTAK (2)
2. TERAPI PEMBEDAHAN.
Tujuannya : dekompresi , mereduksi efek massa , penyelamatan jiwa.
Craniotomy , diupayakan pengangkatan secara intoto
 pembedahan faliatif dilakukan utk mengurangi TIK tinggi,  bila terjadi hidrosefalus  pemasangan VP shunt, sbl
operasi tumor dillaksanakan.
Pembedahan berupa reseksi partial ,sering memerlukan radioterapi pd tumor yg radiosensitif.

PENGELOLAAN TUMOR OTAK (3)
3. RADIOTERAPI :
untuk tumor radioresponsif, post kraniotomi atau yg tak mungkin dioperasi.
perhatikan toleransi jar. otak sehat.
diperlukan tehnik pemberian radiasi dg. presisi yang tinggi, steriostaksik.
6000 rad dg dosis terbagi.
PENGELOLAAN TUMOR OTAK (4)
4. TERAPI SITOSTATIKA.
Kurang memuaskan
Dapat diberikan secara sistemik atau intratekal , misalnya :vinkristin,metrotexate,nitrosuria (BCNU)
5. REHABILITASI MEDIK.
Untuk memulihkan defisit neurologi ke arah kehidupan sehari-hari (ADL) yang lebih baik .
PROGNOSIS TUMOR OTAK TERGANTUNG :
Jenis tumor : intraaksial(glial) atau ekstra aksial (non glial )
Ukuran tumor : kecil, sedang, besar.
Lokasi tumor : tempat penting atau daerah silence area.
Malignancy : ganas atau jinak.
Diagnosis dini atau terlambat.
Pengaruh pembedahan / penyinaran.


TUMOR MDULA SPINALIS SPINAL CORD TUMOR
JENIS TUMOR MS SEMUA UMUR :
1. Meningioma ; 25%
2. Neurofibroma : 25%
3. Glioma : 15%
4. Sarcoma : 10%
5. Angioma : 5%
6. Metastasis : 10%
7.Miscellaneous : 10%
UNTUK ANAK-ANAK :
1. Glioma : 25%
2. Dermoid : 15%
3. Sarcoma : 15 %
MEDULA SPINALIS
1. M S : berisi neuron-neuron dan jaras-jaras yg mempunyai fungsi ttt
- cornu anterior
- cornu lateralis
- cornu posterior
- tractus spinothalamicus
- tractus spinoserebellar
- tractus corticospinal
2. MS memanjang dlam kanalis MS , dari For.magnum spi batas atas
vert. Lumbal -2.
3. Gejala dan tanda lesi MS tergantung:
a. Tinggi lesi/ letak lesi.
b. Luas lesi, transversal partial / total.
Gejala Neurologi

Gangguan motorik dari otot yang disyarafi, dapat disertai atrofi otot  lemah kedua tungkai atau ke-4 anggota gerak.
Gangguan sensibilitas tergantung level yang terkena
Gangguan otonom
Gangguan otot spincter ani / vesicae
Gejala retensi yang diikuti incontinentia
PATHOLOGI KOMPRESI MEDULA SPINALIS
1. Lesi Extradural
Tumor metastase
Abses Extradural/Spondilitis TB/Pott”s disease
2. Lesi Extrameduler
Meningioma
Schwannoma/Neurilemoma/Neurinoma
Kista arachnoid
3. Intra Meduler
Glioma (Astrocytoma & Ependynoma)
Gangguan Syrinx (canalis centralis melebar)





TUMOR METASTASE
Bisa mengenai level manapun,kadang multiple. Terbanyak pada vertebra thorakal
Terbanyak jenis carcinoma sebaran dari paru,mamma,prostat,ginjal.Juga akibat penyebaran limpoma maligna/multiple meiloma
Gejala khas yang sebabkan kompresi medula spinalis,timbul kemunduran fungsi neurologis yang cepat. Gejala awal dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan
Pemeriksaan penunjang untuk mencari fokus primer dari tumor tersebut

TANDA LESI : Medula spinalis
1. GANGGUAN MOTORIK :
a. Setinggi lesi : LMN
b. Dibawah lesi : UMN
2. GANGGUAN SENSIBILITAS :
a. T4 : setinggi papila mamae
b. T10 : setinggi umbilicus
c. L1 : setinggi lipat paha.
d. Lainnya lihat peta dermatom.
3. GANGGUAN FUNGSI OTONOM :
a. Gangguan miksi ; retensio / inkontinensia urine.
b. Gangguan defikasi: retensia / inkontinensia alvi.
c. Gangguan seksual: gg. Ereksi / ejakulasi.

CONTOH KLINIK LESI TRANSVERSAL TOTAL MS.
1. C4 : tetraplegi spastika
2. C5 : tetraplegi
lengan tipe flaksid ( LMN )
tungkai tipe spastik ( UMN )
3. T : paraplegi spastika
4. conus medularis :
Motoorik normal / kel.tak nyata
Saddle anesthesi simetris
Gangguan miksi,defikasi,retensio alvi / urinae.
Gangguan fungsi seksual, ereksi , ejakulasi.

CONTOH DIAGNOSIS TUMOR MS
1. D K : Paraplegi inferior spastika.
Anestesia setinggi umbilikus
Inkontinensia urine et alvi
D T : Medula spinalis setinggi T 10.
D E : Lesi kompresi transversal total
M S .
DD/ SOL.
MANIFESTASI KLINIK TUMOR MEDULA SPINALIS
Perjalanan penyakit kronis- progresif.
Tidak ada riwayat trauma , sakit panas dan batuk kronis.
Keluhan tungkai m.l.m. berat.
Gangguan sensibiltas sesuai tinggi lesi MS
Gangguan fungsi otonom.
DD/ : -HNP
- Mielitis transversal
- Oclusi a. spinalis anterior
- Servical spondylosis
- Syringomieli servical
- Pott`s disease (TBC).
DIFERENTIAL DIAGNOSIS
HERNIA NUKLEI PULPOSUS
a’ su. keadaan dimana sebagian atau seluruh nu.pulposus mengalami penonjolan ke canalis spinalis , shg menimbulkan defisit neurologis sesuai dermatum saraf yang tertekan.
SINDROMA KAUDA EKUINA.
a’ kumpulan gejala yang t.d. nyeri pinggang bawah, uni/bilateral sciatic, kelemahan tungkai ,gangguan sensorik, disfungsi visceral( miksi, defikasi) , saddle anestesi dsb.
DIFERENTIAL DIAGNOSIS
SINDROMA KAUDA EKUINA

1. Sifat nyeri:radikuler

2.Hipestesi: saddle hypesths.
3.Defisit motorik:
Asimetrik, arefleks paraplegi
4. Sphincter: retensio urine
5. Disfungsi seksual :
Impotensi JARANG.
SINDRMA KONUS MEDULARIS.
1.nyeri pinggang, nyeri radikuler sedang
2. Terbatas regio perineal.
3. Paresis ekstremitas` bawah bag.distal.
4.Retensio urine dan atonik sphincter anal.
5. Impotensi SERING.


.

GAMBARAN KLINIK LESI DI L4 L5 S1
1. Sensorik : Anteromed. Ant-lat Sisi lat-
tungkai tungkai pedis
med-pedis
2. Motor: Extension Gluteus Hallux
weakness of Quadric F med. flexi
Dorsoflex. Plantarflex
great toe great toe
& foot & foot
3. Screening Squat & rise Heel walking Walking in toe
exam
4. Reflex : Knee jerk - Non reliable Ankle jerk-
5. Sciatic strech 30-70’ + +



PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EMG : Iritasi , tak perlu 0perasi.
Kompresi , perlu operasi.
2.RADIOLOGI :
Foto polos
Mielografi/ Kaudografi
MRI
Diskografi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Plain X-ray
Destruksi corpus vertebrae
2. Myelografi
Lesi intra/extradural , < baik pada tumor meduler
3. CT Myelografi
Potongan axial ketahui penyebab penekanan MS
4. MRI
Bisa gambarkan perubahan patologis intra canalis & para vertebra

TATALAKSANA
1. Medikamentosa.
Analgetika , walau kurang menolong.
Steroid, metilprednisolon, utk trauma.
2. Operasi :
a. Disektomi : mengeluarkan diskus.
b. Laminektomi: memotong sebagian vertebra.
3. Pengembalian defisit neurologi lama ,dan tak memuaskan, operasi segera maks 24 jam keluhan. Fungsi kandung kemih problem paling lama bisa membaik.
4. Fisioterapi

NYERI

dr. Attiya Rahma
NYERI
DEFINISI NYERI International Association for Study of Pain (IASP)

Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut
Klasifikasi nyeri
Berdasarkan etiologi / mekanisme
- nyeri fisiologik
- nyeri patologik : * nyeri inflamasi / nosiseptif
* nyeri neuropatik
* nyeri psikogenik / idiopatik
Berdasarkan waktu :
- nyeri akut
- nyeri kronik (> 3-6 bulan)
Berdasarkan intensitas (VAS)
ringan (0-3), sedang (4-6), berat (7-10)

Klasifikasi nyeri (klinis)

DEFINISI


Fenomena nyeri muncul ...

ANATOMI NYERI
Sistem saraf tepi
Kornu Dorsalis MS
Otak

KORNU DORSALIS
PERJALANAN NYERI
TRANSDUKSI
Pengubahan berbagai stimuli oleh reseptor menjadi impuls listrik yang mampu timbulkan pot.aksi
MODULASI
Pengaturan impuls nyeri : normal, ditekan, difasilitasi
TRANSMISI
Penghantaran impuls nyeri
PERSEPSI
Kesadaran akan adanya nyeri


PEMBAGIAN NYERI BERDASAR ANATOMI ORGAN
NYERI NEUROMUSKULOSKELETAL
NYERI VASKULER
NYERI RUJUKAN
NYERI NEUROMUSKULOSKELETAL
Komponen Keras :
- tulang dan kartilago hyalin
Komponen Lunak :
- otot, tendon, sarung tendon,fasia, insersio
- kapsul sendi, ligamen, bursa, meniskus
- pemblh darah
- saraf tepi
Neurologi :
Nyeri Kepala
Nyeri Tengkuk :
- spasme otot cervikal kronik
- spondilosis cervikalis
Nyeri bahu-lengan :
- Frozen shoulder, neuritis jebakan (CTS), tenosinovitis, epikondilitis, jari macet, neurtis brakhialis
Nyeri pinggang :
- HNP, stenosis spinalis lumbalis, NP myofasial
NYERI KEPALA & WAJAH
Nyeri Kepala  gejala yang paling sering dijumpai dalam dunia kedokteran.
Lebih 90 % populasi pernah mengalami nyeri kepala tampil sendiri maupun sebagai bagian kompleks gejala penyakit.



Klasifikasi gangguan Nyeri Kepala, Neuralgia Kraniales dan Nyeri Wajah (HIS 1988).
Migren.
Nyeri kepala tipe tegang
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri Kepala non struktural lain
Nyeri Kepala trauma kepala
Nyeri Kepala gangguan vaskuler
Nyeri Kepala gangguan intrakranial lain
Nyeri Kepala substansi atau withdrawal
Nyeri Kepala infeksi non sefalik
Nyeri Kepala gangguan metabolik
Referred pain
Neuralgia kranialis.
Nyeri kepala yang tak dapat diklasifikasikan
Penyebab
Penyebab nyeri kepala yang berhubungan dengan lesi struktural : perangsangan terhadap bangunan peka nyeri di kepala.
Ray dan wolff (1940)  pengetahuan mengenai kepekaan jaringan intra kranium dan ekstra kranium terhadap nyeri :
Jaringan penutup kranium, semuanya banyak atau sedikit bersifat peka terhadap nyeri, teristimewa arteri-arteri lebih peka.
Struktural intrakranial yang bersifat peka terhadap nyeri adalah sinus venosus besar dan anak-anak venanya dari permukaan otak, bagian-bagian dari duramater pada basis arteri-arteri dural, dan arteri-arteri serebral pada basis otak.
Kranium (termasuk vena diploika dan emissary), parenchim otak, sebagian besar duramater, sebagian besar piamater dan arachnoid, batas spendimal dari ventrikel dan pleksus –pleksus khoroideus adalah tidak peka terhadap nyeri.
Sensasi satu-satunya yang dialami pada stimulasi bangunan-bangunan intrakranial adalah nyeri, kecuali sensasi yang dihasilkan oleh stimulasi pada parenkhim otak dan saraf.
Bentuk perangsangan atau gangguan terhadap struktur peka nyeri dapat berupa
Traksi pada pembuluh vena yang melintasi sinus-sinus venosus dari permukaan otak dan geseran sinus-sinus venosus yang besar.
Traksi pada arteri-arteri meningea media
Traksi pada arteri-arteri besar pada basis otak dan cabang-cabang utamanya
Distensi dan dilatasi arteri-arteri intrakranial
Inflamasi di dalam atau disekitar struktur peka nyeri di kepala
Tekanan langsung oleh tumor atau jaringan yang berdekatan pada saraf kranial dan servikal yang mengandung banyak serabut afferent nyeri dari kepala
Gambaran klinis
Nyeri kepala yang berhubungan dengan lesi struktural,
Mencakup trauma kepala, gangguan vaskuler, gangguan intrakranial non vaskuler, bahan dan withdrawalnya, infeksi non sefalik, gangguan metabolik, dan gangguan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau lain struktur wajah dan kepala.
disertai dengan gejala dan tanda klinis penyakit yang mendasarinya.
Gangguan struktural otak, karena trauma, vaskuler, infeksi atau lainnya, dapat menimbulkan defisit neurologik misalnya hemiplegi atau gangguan nervi kraniales.
Gambaran nyeri kepala struktural adalah
kualitasnya progresif dapat disertai gejal motorik, sensorik dan otonom, status neurologiknya menunjukkan defisit
pemeriksaan laboratoriumnya positif sesuai penyakit yang mendasarinya.

Nyeri kepala yang tidak berhubungan dengan lesi struktural,
biasanya menunjukkan pemeriksaan klinis yang normal  gejala klinis utama adalah nyeri kepala
Gambaran nyeri kepala non struktural adalah
kualitasnya stasioner (tetap) bisa disertai gejala otonom atau tidak
status neurologiknya normal
pemeriksaan laboratoriumnya negatif untuk penyakit struktural.


Nyeri kepala non struktural  perlu dibedakan antara migren dan nyeri kepala tegang.
Persamaan antara migren dan nyeri kepala tegang adalah
keduanya mempunyai awitan yang insidious
perjalannya khronis dan sering berhubungan dengan stress.

Gambaran klinisnya menunjukkan beberapa perbedaan, yaitu :

Migren
durasi serangan berlangsung 4 – 72 jam,
lokasinya unilateral,
kualitasnya berdenyut
intensitasnya sedang sampai berat
bertambah berat dengan aktifitas fisik rutin atau naik tangga
disertai mual, muntah, fotofobi dan fonofobi
riwayat keluarga positif.

Nyeri kepala tegang
durasi serangannya antara 30 menit
menekan atau ketat
intensitasnya ringan sampai sedang
tidak bertambah berat dengan aktifitas fisik rutin atau naik tangga
tidak disertai mual atau muntah
bisa disertai anoreksi, atau fotofobi atau fonofobi

Nyeri kepala cluster
awitannya adalah akut
frekuensi serangan satu kali tiap dua hari sampai delapan kali per hari,
durasi serangannya lima belas menit sampai seratus delapan puluh menit bila tidak diobati
Lokasi serangannya adalah unilateral didaerah orbital, supraorbital dan temporal
Lokasinya selalu pada sisi kepala yang sama tiap periode cluster, namun bisa berganti sisi pada periode cluster yang berbeda.
Serangan nyeri kepala cluster mempunyai kualitas sebagai nyeri yang konstan, mengebor dan kuat.
Intensitas serangannya adalah berat.
Serangannya dapat dicetuskan oleh minuman beralkohol atau vasodilator lain atau faktor pencetus lain.
Gejala yang menyertai dapat berupa : injeksi konjungtival, lacrimasi, kongesti nasal, rhinorrhea, berkeringat pada dahi dan wajah, miosis, ptosis dan edema kelopak mata.
Diagnosis
Dengan anamnesis yang seksama pada umumnya dapat ditegakkan diagnosis klinis yang tepat.
membedakan nyeri kepala karena lesi struktural dengan non struktural.
Untuk konfirmasi diagnosis lesi struktural dilakukan pemeriksaan laboratorium atau penunjang hanya dilakukan jika dijumpai indikasinya.
Penderita dengan rangsangan selaput otak atau meningeal yang positif
memerlukan pemeriksaan cairan otak, yang diperoleh dengan pungsi lumbal.
Foto kranium polos proyeksi AP dan lateral  destruksi sella turcica dan meningkatnya convolutional marking  tanda kenaikan tekanan intrakranium yang khronis. sensitivitas pemeriksaan kecil, destruksi sella turcica : 30 %, peningkatan convolutional marking : 6 %
Pemeriksaan CT Scan serebral  sindrom kenaikan tekanan intrakranium.
Dpt mendeteksi adanya patologi intrakranium  keganasan, hematom, abses dll
Mendeteksi adanya hidrosefalus.

Arteriografi karotis atau vertebralis  kelainan vasculer, mis: aneurisma atau AVM
Pemeriksaan nuclear magnetic resonance imaging (MRI)
mempunyai keunggulan dibanding CT scan, khususnya untuk pemeriksaan fossa posterior  dapat dimanfaatkan untuk mencari kausa neuralgia trigeminal.
Nyeri kepala yang berhubungan dengan bahan withdrawalnya, dan nyeri kepala yang berhubungan dengan gangguan metabolik memerlukan pemeriksaan laboratorium yang sesuai, misalnya kadar glukosa darah, analisa gas darah dan sebagainya.
Rekaman EEG (elektroensefalogram) pada pasien migren  tidak spesifik.

TERAPI

Nyeri kepala yang disebabkan oleh lesi struktural  pengobatan kausatif.
Hematom intrakranial jika memungkinkan diobati dengan pembedahan.
Meningitis bakteriil diobati dengan antibiotika yang sesuai.
Hidrosefalus diobati dengan operasi shunting.
Nyeri kepala yang tidak berhubungan dengan lesi struktural
umumnya merupakan nyeri kepala yang khronik, misalnya migren dan nyeri kepala tegang.
pengobatan meliputi : pendidikan, menejemen psikologik, memejemen fisiologik dan pengobatan medikamentosa.

Pengobatan simtomatik :
Untuk nyeri kepala ringan  analgetik sederhana, misalnya salisilat, paracetamol atau pirasolon.
Untuk nyeri kepala derajat sedang  NSAID, mis: ibuprofen dan naproksen.
Untuk nyeri kepala derajat berat jika perlu dapat dipertimbangkan penggunaan narkotik.
Selain obat tunggal digunakan juga obat kombinasi, misalnya analgetik dan caffein, analgetik dan tranquilezer atau analgetika, cafein dan traquilizer
Disamping simtom nyerinya, simtom penyertanya juga perlu diobati.
gangguan tidur diobati dengan amitriptilin
nausea dan vomitus dengan promethazin atau prochlorperazine.
Pasien layaknya diberitahu bahwa :
obat-obat ini tidak ‘menyembuhkan’ namun hanya bersifat paliatif saja.
ada efek samping yang mungkin dijumpai, seperti gangguan gastrointestinal, granulositopenia, gangguan ginjal, kecanduan obat dan intoksikasi obat.

Untuk migren, terapinya yg diberikan :
pengobatan simtomatik/abortif
Selain obat yang telah disebut, untuk migren digunakan pula ergotamin, terutama pada fase aura atau pada saat onset atau awitan.
Pemberiannya 1 mg Ergotamin + caffein 100 mg, digunakan 1 – 2 tablet per os, dengan maksimal 5 tablet tiap serangan dan 10 tablet tiap minggu.
Pengobatan profilaksis/ preventif / interval,
diberikan untuk pasien migren dalam beberapa keadaan jika serangan migrennya dua kali atau lebih perminggu.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan selama 3 bulan, 6 bulan atau lebih lama, sampai bertahun-tahun selama tidak dijumpai efek samping.
Bagi nyeri kepala cluster pengobatan profilaksis dapat diberikan sampai periode clusternya lewat, bagi migren sampai faktor pencetus dapat dikendalikan.
Tergolong sebagai obat profilaksis anti migren adalah : methiser gide, propanolol, pizotifen, amitriptiline, clonidine, dan flunarizine.
Suatu jenis MAC inhibitor, phenelzine, dipakai juga sebagai obat profilaksis anti migren.
Prognosis
Nyeri kepala yang berhubungan dengan lesi struktural mempunyai prognosis sesuai penyakit yang mendasarinya.
PSA, meningitis dan proses desak ruang intrakranial mempunyai prognosis yang jelek.  kewajiban seorang dokter adalah mengenal keadaan peninggian tekanan intrakranial sebelum adanya tanda herniasi tentorial.
Nyeri kepala yang tidak berhubungan dengan lesi struktural pada umumnya juga non fatal.
Walaupun seorang penderita telah diketahui menyandang migren atau nyeri kepala tegang, namun hal ini tidak menutup kemungkinan suatu saat mengalami nyeri kepala struktural misalnya keganasan otak  pada pasien migren atau nyeri kepala tegang perlu diwaspadai jika terjadi perubahan pola dan gambaran klinis nyeri kepalanya yang berbeda dengan yang biasanya.

NEOMUSKULAR DISEASE

dr. Attiya Rahma Sp.S
ANATOMI & FISIOLOGI
SISTEM NEUROMUSKULOSKELETAL
SISTEM SOMESTIA
SISTEM SARAF OTONOM
KESADARAN & FS LUHUR
SISTEM SARAF OTAK


PNS - Components
CN: I, III - XII
Spinal Nerves
Roots, plexuses
peripheral branches
Peripheral autonomic
ganglia
fibers in mixed nerves
ANATOMI
Saraf tepi terdiri dari saraf kranial dan saraf spinal serta ganglion terkait.
Terdapat 12 pasang saraf kranial
Terdapat 31 pasang saraf spinal :
8 servikalis
12 torakalis
5 lumbalis
5 sakralis
1 coocygea




Saraf tepi :
berkas serabut-serabut saraf paralel yang dapat berupa
akson eferen atau aferen
dapat bermielin atau tidak bermielin
dibungkus oleh sarung jaringan ikat

Satu serabut saraf tepi dibungkus endoneurium, baik bermielin maupun tidak bermielin
Beberapa serabut saraf tepi membentuk berkas saraf tepi dan disebut fasikulus
Fasikulus dibungkus oleh perineurium
Beberapa fasikulus bersama dengan pembuluh darah dan jaringan lemak dibungkus oleh lapisan epineurium
Disorders of the Motor Unit
Motor neuron disease
Peripheral nerve disorders (peripheral neuropathy)
Neuromuscular junction disease
Muscle disease

Motor Neuron Disease
Diseases that can involve Betz cells of the motor cortex, the lower CN motor nuclei, the CST, and/or the anterior horn cells
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Progressive bulbar palsy (PBP)
Progressive muscular atrophy (PMA), spinal muscular atrophy (SMA)
Primary lateral sclerosis
Peripheral Nerve Disorders
Mononeuropathy
Pattern of weakness and sensory loss conforms to the distribution of a single nerve
Carpal tunnel syndrome
Peroneal palsy at the fibular head
Mononeuritis multiplex
Multiple nerves affected in a random pattern
Acute onset, frequently painful
Diabetes mellitus, vasculitis
Polyneuropathy
Distal, symmetric
NMJ
Pre-synaptic
Lambert Eaton myasthenic syndrome
Botulism
Post-synaptic
Myasthenia Gravis
MUSCLE DISEASE Classification of Muscle Disease
Dystrophies
Duchenne’s Muscular Dystrophy
Myotonic Dystrophy
Congenital Myopathies
Glycogenoses
Mitochondrial
Acquired Myopathies
Polymyositis
Dermatomyositis
Inclusion body myositis
Drug related


Peripheral neuropathy
Peripheral neuropathy is the term for damage to nerves of the peripheral nervous system, which may be caused either by diseases of the nerve or from the side-effects of systemic illness.

Common disorders of the peripheral nerves include focal entrapment neuropathies (e.g., carpal tunnel syndrome), generalized peripheral neuropathies (e.g., diabetic neuropathy), plexopathies (e.g., brachial neuritis) and radiculopathies (e.g., of cranial nerve VII; Facial nerve).

Causes
The causes are broadly grouped as follows:
Genetic diseases: Friedreich's ataxia, Charcot-Marie-Tooth syndrome
Metabolic/Endocrine: diabetes mellitus, Chronic renal failure, porphyria, amyloidosis, liver failure, hypothyroidism
Toxic causes: alcoholism, drugs (vincristine, phenytoin, isoniazid), organic metals, heavy metals
Inflammatory diseases: Guillain-Barré syndrome, systemic lupus erythematosis, leprosy, Sjögren's syndrome
Vitamin deficiency states: vitamin B12, vitamin A, vitamin E, thiamin
Others: malignant disease, HIV [3], radiation, chemotherapy[4]


Types
Peripheral neuropathies may either be symmetrical and generalized or focal and multifocal, which is usually a good indicator of the cause of the peripheral nerve disease.


Polyneuropathies
Can affect different types of fibers
Autonomic
Motor
Sensory
Large well myelinated
Small poorly myelinated or unmyelinated
Symptoms of a Polyneuropathy
Sensory symptoms
Start in feet, move proximally
Hand sxs appear when LE sxs up to knees
Positive
Pins and needles
Tingling
Burning
Negative
Numbness
Deadness
“Like I’m walking with thick socks on”
Polyneuropathy Symptoms, cont
Motor
Weakness first in feet
Tripping
Turn ankles
Progress to weakness in hands
Trouble opening jars
Trouble turning key in lock
Polyneuropathy: Signs
Distal sensory loss
Large fiber
Small fiber
Distal weakness and atrophy
Decreased or absent reflexes
Ankle jerks lost first
Stocking glove sensory loss
Classification of Polyneuropathies
By types of fibers involved
Pure sensory
Sensory motor
Pure motor
Autonomic
By pathology
Demyelinating
Axonal
Mixed
By tempo
Acute
Subacute
Chronic
Acute Polyneuropathies
Guillain Barre Syndrome
Porphyria
Neuropathy, psychiatric disorder, unexplained GI complaints
Toxins
Glue sniffing (n-hexane)
Arsenic
Subacute Polyneuropathies
Vasculitis
Can be isolated to peripheral nerves or part of a more systemic process
Paraneoplastic
May be presenting symptom of the cancer
Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy
With or without a gammopathy
Toxins
Drug
Chronic Polyneuropathies
Metabolic
Diabetes mellitus
Chronic renal failure
Chronic liver failure
Thyroid disease
Nutritional
B12 deficiency
Infections
HIV
Leprosy
Inherited




Evaluation of a Polyneuropathy
Tempo
Lab work
Nerve conduction study/electromyography
Distinguishes between axonal and demyelinating
Helps ascertain severity
Nerve biopsy
Frequently non-diagnostic
Can establish the dx in certain disorders, such as vasculitis and amyloidosis
Sindroma Guillain Barre POLIRADIKULOPATI AKUT
PENDAHULUAN
SGB :
penyakit autoimmun pada system saraf perifer -> paralisis akut dan difus berupa hilangnya mielin yang bersifat segmental yang mengenai radiks spinal dan saraf perifer, kadang – kadang dapat mengenai saraf kranialis, biasanya didahului oleh suatu infeksi.

PENDAHULUAN
Karakteristik SGB : Kelemahan anggota gerak simetris, progresif, akut/sub akut, parestesi distal dengan refleks tendo yang ↓ atau (-) pada individu yang sebelumnya sehat
Kriteria diagnostik ‘klasik’ :☻
Insiden : 0,6-1,9 kasus/100.000 populasi
Meningkat sesuai umur, terbanyak usia 30-50 tahun
Insiden antara ♂ & ♀ hampir sama
Tak dibuktikan adanya keterlibatan genetik

Penyakit yang Mendahului dan Dihubungkan dengan SGB
2/3 kasus SGB didahului oleh penyakit akut
Paling sering : sindrom viral (ISPA & GI)
Gejala neurologis timbul dalam waktu hari - minggu
Infeksi viral : CMV*, EBV*, HIV, HSV, Herpes Zooster, influenza, Campak, Gondong, Rubella, Hepatitis, Cocksackie, Echo, Parainfluenza, RSV
Infeksi bakterial : C jejuni*, M pneumoniae, Shigella, Salmonella, Borderia burgdorferi (Lyme), Listeria, Brucellosis, Legionella, Yersinia, Tularensis, M tbc
Penyakit sistemik : Limfoma, tumor padat paru, SLE, Tiroid, Addison
Lain2 : pembedahan, trauma, vaksinasi

Gejala klinis SGB 1. Pola Kelemahan
Neuropati motorik flaksid, keluhan khas : kesulitan saat naik tangga / bangkit dari duduk
Klasik : simetris, asenden
Variasi klinis : asimetri, desenden, kelemahan proksimal > nyata d.p distal, tapi jarang hanya proksimal yg terkena
Kadang2 : fasikulasi & myokymia
Refleks tendo ↓ / (-)  demielinisasi, dispersi, desinkronisasi saraf
Gejala klinis SGB 1. Pola Kelemahan (2)
N VII  paling sering terkena (50 % kasus)
Diplegia wajah sering jika paresis anggota gerak berat  DD jika ada kuadriplegi tanpa kelemahan wajah!
Biasanya kelemahan wajah timbul jika ada ada gangguan menelan
Oftalmoparesis  10%-20% kasus,
paling sering : N VI
Oftalmoplegi  ptosis & pupil abnormal
Locked in  paralisis semua saraf kranial, kuadriplegia, gagal nafas
Gejala klinis SGB 1. Pola Kelemahan (3)
Gagal nafas
Paralel dengan adanya kuadriplegia
Ventilasi mekanik di ICU
Waktu perawatan > lama, sisa defisit > banyak

Gejala klinis SGB 2. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya
MRI MS pada pasien dg keluhan sensorik yang jelas levelnya
Variasi : parestesi wajah & trunkus
Ataksia sensorik krn proprioseptif terganggu
Nyeri (myalgia otot panggul, nyeri radikuler, rasa terbakar)
Gejala klinis SGB 3. Disfungsi Otonom
Hipertensi
Hipotensi
Sinus takikardi / bradikardi
Aritmia jantung
Ileus
Refleks vagal
Retensi urine
Perjalanan Penyakit

Outcome
Faktor prognostik negatif :
Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
Umur tua
Kebutuhan dukungan ventilator
Perjalanan penyakit progresif & berat
Mortalitas : < 5%
Relaps : 2-10 %
Perburukan : 6% jadi CIDP
Varian SGB
Sindroma Fisher
oftalmoplegia (diplopia, ptosis, abnormalitas pupil), ataksia, arefleksia
Berhubungan dengan peningkatan antibodi antiganglioside anti GQ1b
SGB motorik murni
- Onset kelemahan cepat, fase plateau dini, melibatkan saraf kranial, kelemahan predominan proksimal, infeksi C jejuni, peninggian titer antibodi GM1
SGB sensorik murni
- Ataksia sensorik, Romberg (+), disotonomia
Varian SGB (2)
Kelemahan faringeal-servikal-brakhial
Peninggian antibodi anti GT1a
Kelemahan menelan, refleks batuk
Pola paraparesis
Pandisautonomia murni
Nyeri perut, konstipasi, diare, muntah, hipotensi ortostatik, salivasi & lakrimasi & keringat ↓, retensi urine, aritmia jantung, impotensi
SGB aksonal
AMSAN : acute motor sensory axonal neuropathy
AMAN : acute moto axonal neuropathy


Diagnosis Diferensial
Kelainan batang otak
Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak*
Sindroma Locked In
Ensefalomielitis batang otak

Kelainan medulla spinalis
Mielitis transversal
Mielopati nekrotik akut
Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen magnum
Mielopati akut lain

Kelainan sel kornu anterior
Poliomielitis
Rabies
Tetanus

Diagnosis Diferensial (2)
Kelainan transmisi neuromuskuler
Myastenia gravis
Botulismus
Hipermagnesemi
Paralisis yang diinduksi antibiotika
Bisa gigitan ular
Miopati
Polimiositis
Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat
Abnormalitas metabolik
Hipokalemi
Hipermagnesemia
Hipofosfatemia
Lain-lain
Histeri
Malingering

TERAPI
Simtomatis
Immunoterapi : untuk memperpendek masa terapi
Fisioterapi & hidroterapi : untuk mempertahankan kekuatan otot dan mengurangi kekakuan anggota gerak
Psikoterapi
! Kortikosteroid tidak terbukti memberikan perbaikan

TERAPI
Plasmaforesis atau Plasma Tukar :
- Proses mekanik yang dimana plasma penderita diganti dan membuang antibodi penyebab SGB dari darah pasien
Intravenous Immunoglobulin (IVIg) :
- injeksi antibodi (imunoglobulin) dari donor kepada pasien
Immunadsorption (Imad) :
- Seperti plasma tukar, tapi hanya imunoglobulin saja yang diganti / dibuang
KOMPLIKASI SGB
Gagal nafas
Aspirasi
Pneumonia
Emboli pulmoner
Pneumothoraks
Stenosis trakhea*
Sepsis karena kateter intravena*
Infeksi saluran kemih
Dekubitus kulit
Tukak stres, perdarahan gastrointestinal
Konstipasi dan ileus
Obstruksi usus
Malnutrisi


MONONEUROPATI
Merupakan proses yang merusak setempat
Contoh : entrapment, trauma mekanik (tekanan, tarikan, pukulan langsung), radiasi, lesi vaskuler, tumor, lesi granulomatus, lesi neoplasmatik.
Entrapment  carpal tunnel syndrome

SINDROM TEROWONGAN CARPAL
PENDAHULUAN
STK → Kump. gejala neuropati saraf medianus
→ akibat jepitan/ penekanan/ jebakan
→ mll terowongan karpal di pergelangan ta-
ngan

● Th 1854 : Sir James Paget (pertama kali)
1913 : STK dipublikasikan o/ Piere Marie & C.Foix
1938 : Istilah STK/CTS diperkenalkan o/ Moersch → mulai bermacam2 uji provokasi

PENDAHULUAN .......
Dyck,dkk →
> sering terjadi pd ♀ (5:1)
usia 20-60 tahun.
> sering tangan yg dominan dipakai bekerja.
Bharuca, India (1991) →557 kasus/ 100.000pddk
Poli Saraf (2005) → 284 kasus CTS (baru & lama)
Poli IRM RSDK → 40 kasus
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
Definisi :
- Kumpulan tanda & gejala klinik→
parestesi, hipoestesi, nyeri→ akibat
penekanan / jebakan saraf medianus
saat lewat terowongan karpal.
- Neuropati tekanan saraf medianus di
dalam terowongan karpal tepat di bawah
fleksor retinakulum ok. penekanan
mekanis krn gerakan berulang & ritmis.
(Samuel, De Jong 1979, Mumenthaler 1984)

Epidemiologi
STK → neuropati jebakan yang paling sering dijumpai
→ unilateral pd 42% kasus, bilateral 58% kasus
12 kasus per 100.000 orang / tahun ,terbanyak antara 55-65 tahun (Rochester, Minnesota tahun 1976-1980)
17 kasus per 10000 pekerja / tahun, terbanyak antara 25-34 tahun (Washington State Workers Study tahun 1984-1988)
Th 1995 → 50% dari semua pekerja kehilangan 30 hr kerja/ tahun
Prevalensi → lebih banyak pada wanita (5:1)


Anatomi


ANATOMI Nervus medianus

Daerah lengan bawah
1. Memberikan cabang muskular untuk :
M.Pronator teres
M.Fleksor karpi radialis
M.Palmaris longus
M.Fleksor digitorum superfisialis
2.Tepat distal M.Pronator teres
memberikan percabangan
N. Interosei anterior yang mensarafi :
M.Fleksor digitorim profundus (sisi ulnar)
M.Fleksor polisis longus
M.Pronator kuadratus.


Daerah Tangan
Setelah melalui terowongan karpal:
1. Cabang muskular untuk :
M.Abduktor polisis brevis
M.Opponens polisis
M.Fleksor polisis brevis
M.Lumbricalis I dan II
2. Persarafan sensorik :
Jari I – III bagian palmar
Setengah bagian radial palmar jari IV
Daerah palmar manus distal diatas jari I - III



Pola inervasi saraf perifer tangan


TEROWONGAN KARPAL
Dibatasi :
Bagian anterior/Atap: Fleksor Retinakulum, 3 lapisan : deep fascia fore arm, lig.karpalis transversum, aponeurosis otot tenar dan hipotenar
Bagian posterior/ Dasar : 8 tulang karpal, yang dibungkus oleh ligamen di dorsal dan ventral, membentuk C Shaped
Isi :
N. Medianus
10 tendon fleksor
Jaringan ikat, lymphe, vasa nervorum




PATOFISIOLOGI
Berkurangnya ukuran terowongan carpal
ETIOLOGI
1.Idiopatik
2.Keadaan yg menyebabkan tekanan/kompresi n. medianus :
■ STK Akut biasanya ok trauma (fraktur/ dislokasi) wrist , infeksi wrist,dll.
■ Semua keadaan yg mengurangi luas/ ukuran terowongan karpal Dpt tjd ok penebalan fleksor retinakulum (ok proses radang spt : artritis rematoid)
■ Keadaan yg menyebabkan isi terowongan berlebihan (tersering ok proses radang spt : tenosinovitis non spesifik →penebalan & fibrosis sinovium)
■ Penyakit sistemik srg berhubungan dg neuropati → DM, uremia
■ Kegemukan, kehamilan, menopause, miksedema, gagal jantung
■ Pekerjaan yg menimbulkan trauma kronik pergelangan tangan.


Gejala Klinis

Gejala awal parestesia , nyeri (intermiten), t.u malam hari waktu tidur. Berkurang dengan mengibas-ngibaskan tangan (tanda Flick).
Gejala berlanjut menjadi nyeri (kontinyu), nyeri dapat menjalar ke siku bahkan sampai leher (tapi rasa kebas, semutan hanya di distal wrist).
Gerak jari-jari kurang trampil misalnya waktu memungut benda kecil, menyulam. Kesulitan memegang gelas, mengangkat tas akibat kelemahan otot, atropi tenar.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fungsional tangan
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik

Uji Provokasi

Meliputi :
Tanda Flick/ mengibaskan tangan
Atrofi otot tenar/ Thenar wasting
Paresis otot (kekuatan, ketrampilan/ketepatan)
→ dengan manual/ alat khusus (dinamometer)
Tes ekstensi wrist / Prayer’s test
Tes Phalen/ Phalen’s test
Tes bendungan/ Tourniquet test
Tanda dari Tinel / Tinel’s sign
Tes tekanan/ Pressure test
Tanda dari Luthy/ Luthy sign (Bottle sign)
Pemeriksaan sensibilitas u/ hipalgesia diperiksa dgn sentuhan halus, jarum
Pemeriksaan fungsi otonom


4 Stadium CTS


Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
♦ Pendekatan terapeutik pertama
sebaiknya adalah non bedah
♦ Konservatif: berupa NSAID,
kortison dan anastetik.
♦ Suntikan kortison di tempat
jebakan, 3 sampai 5 kali selang 5-7
hari dan disamping pemberian NSAID
♦ Awalnya memberikan respon yang baik
terhadap terapi non operatif yang kemudian
mengalami gejala kambuhan.
Injeksi steroid ke dalam terowongan karpal
Perbaikan tersebut jarang yang permanen.
Jarum 25 gauge 1cm di proksimal lipatan pergelangan sebelah distal
Metilprednisolon 20 -40 mg
Apabila dengan penyuntikan cepat memberikan hasil yang baik, namun sakitnya sering kambuh, perlulah suatu peninjauan khusus juga. Apakah hobi, pekerjaan dan sebagainya harus diubah untuk mencegah sering kambuhnya sakit tersebut



2. Fisioterapi :

● USD → terapi panas dalam, menggunakan getaran akustik dg frekuensi sangat tinggi > 17.000 Hz
→ u/ terapeutik : frekuensi 0,8-1 MHz, intensi- tas antara 0,5 – 2 watt/cm²
→ t/d sebuah generator → aliran listrik dg fre- kuensi tinggi diubah o/ transduser→gerakan mekanik berupa getaran.
→ Sangat efektif u/ terapi ok getaran dpt tem- bus jaringan dengan kedalaman 3-5 cm.
→ Dosis : u/ terapi ,intensitas berkisar antara 0,5-4 watt/ cm² (tgtg tujuan& luas jaringan) dg aplikator bergerak.

USD → Tehnik aplikasi : bergerak & diam di satu tem pat
→ Kontraindikasi : daerah mata, uterus wanita hamil, daerah jantung, daerah yg ada tumor maligna/keganasan, tromboflebitis, daerah epi-
fise, daerah testis, cardiac pacemakers.


Latihan: abduksi ibu jari
oposisi ibu jari

Terapi okupasi :
● Tujuan tindakan:
- penguatan & mobilitas secara umum
- peningkatan sensibilitas
- peningkatan fungsional tangan ( ketrampilan & koordinasi )
● Penilaian fungsional :
-mengukur kekuatan genggaman/menjepit →dinamometer
-pemeriksaan sensibilitas
● Latihan yg dilakukan :
-melatih sensibilitas dg benda yg dibuat dr berbagai bhn
-gerakan oposisi thd semua jari tangan
-menggunting
-ketrampilan tali temali
-menulis
-latihan dg malam/ lilin mainan(u/ kekuatan otot-otot oponen polisis)

Ortotik Prostetik :
Splint / bidai (konservatif)
Tujuan : imobilisasi wrist , menghindari gerakan fleksi ekstensi.
Pemakaian splint : posisi ibu jari harus bebas & dpt fleksi ke jari telunjuk ttp tdk boleh oposisi ke jari lima (gerakan jari-jari harus bebas)


3. Operasi.
Indikasi
Otot-otot thenar yang mengecil dan disfungsi tangan yang progresif
Gejala penyerta yang tidak sembuh dengan terapi konservatif.

Metode insisi operasi carpal tunnel.
Hasil Operasi
Perbaikan defisit sensorik dan motorik terjadi pada 90% pasien dengan CTS
Sisanya hanya mengalami sedikit perbaikan atau bahkan malah memburuk.
Kegagalan operasi mungkin disebabkan oleh kesalahan diagnosis, seperti kesalahan mendiagnosis radikulopati servikal, pleksopati brakial, atau neuropati diabetik dengan suatu kompresi carpal tunnel
Hal ini bisa terjadi bila indikasi operasinya didasarkan pada tes elektrodiagnostik tanpa memperhatikan gambaran klinis dan temuan fisiknya.


MIASTENIA GRAVIS
PENDAHULUAN

Adalah Suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktifitas, dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa saat (bbrp menit – bbrp jam)
Di negara maju prevalensinya adalah satu dibanding 10.000 sampai 50.000 penduduk,
Frekuensi tertinggi  umur 20-30 tahun
Wanita mempunyai resiko 2x lebih besar dibanding pria


ETIOLOGI
GAMBARAN KLINIK
Tanda kardinal : kelemahan & kelelahan otot lurik yg muncul bila beraktivitas, & menghilang bila beristirahat sebentar.
33%  kelemahan okular + kelemahan lainnya
15%  kelemahan ekstremitas tanpa kelemahan okuler
20 %  kesulitan mengunyah & menelan
Ptosis & diplopia muncul pd awal penk.  pd mayoritas pasien

Three different serial picture to demonstrate fatigue of eyelid muscles as the patient keeps looking up



Klasifikasi Miastenia Grafis menurut Osserman
1. Miastenia Okuler
2. A. Miastenia umum derajat ringan
B. Miastenia umum derajat sedang
3. Miastenia fulminasi akut
4. Miastenia berat yang berkembang lamban
Neumuscular junction pada Miastenia gravis
Dasar kelainan Miastenia gravis : penurunan jml rec. asetilkolin pd neuromusc.junction
Pd Miastenia grafis terjadi ::
Penurunan jml. Rec. asetilkolin
Berkurangnya lipatan sinaps
Ruang sinaps ber(+) luas
Kontraksi otot tgt dr efektifitas transmisi neuromuskuler dan
Transmisi tgt dr jml. Interaksi antara molekul ach dg rec. Ach.
Model of normal neuromuscular junction & myasthenia neuromuscular junction



Reseptor Asetilkolin
Target respon autoimun pd MG : reseptor asetilkolin tipe nikotinik.
Mrpk glikoprotein dg BM 250.000 yg td 5 subunit, yg tersusun spt tong .
Funfsinya : membuka-tutup ion channel
IMUNOPATOGENESIS PD MIASTENIA GRAVIS
Abnormalitas Neuromusc. pd MG  proses autoimun ok. Antibodi thd rec. Ach
Bukti :
Ditemukannya antibodi thd rec. Ach
Adanya interaksi ab-rec.
Transfer pasif  menimbulkan gb-an klinik yg sama
Imunisasi antigen hslkan penyakit yg sama
P(-)an jml. Ab  perbaiki klinis pasien
Mekanisme melalui Antibodi
Percepatan endositosis dan degradasi reseptor
Blokade Ach-binding sites
Kerusakan rec. Ach yg diperantarai komplemen
T-Cell-Dependent Antibody Production
DIAGNOSIS
Anamnesis  gb-an klinis
Tes klinik sederhana
Memandang objek di atas level bola mata  ptosis pd miastenia okuler
Mengangkat lengan
Sukar menelan barium
Tes Farmakologik  antikolinesterase tes
Edrofonium injeksi
Neostigmin injeksi
Repetitive nerve stimulation
Anti- acetylcholine receptor antibodies
EMG
CT scan




DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Congenital myasthenic syndromes
Drug-induced myasthenia
Hyperthyroidism
Graves disease
Lambert-Eaton myasthenic syndrome
Botulism
Progressive external ophthalmoplegia
Intracranial mass lesions
TERAPI
Anticholinesterase agents
Surgical thymectomi
Immunosupression
Kortikosteroid
Azathioprine
Cyclosporine
Short-term immunotherapies
Plasma exchange
Intravenous Immune Globulin
Specific Immunoterapi  the future therapi
B-cell-Directed approaches
T-cell-Directed approaches





NEUROPATI :
Kelainan saraf dimana terdapat perubahan struktur dan atau perubahan fungsi sampai level tertentu

Distribusi lesi
Axonopati distal
Axonopati proksimal
Neuronopati
GEJALA & TANDA KLINIK
Keluhan & manifestasi neuropati perifer  sama, berbeda berat-ringannya  ditentukan faktor kausal
Gangguannya bersifat :
Motorik
Sensorik
Otonom

Miastenia Gravis
PENYAKIT YANG TERKAIT DENGAN GANGGUAN TRANSMISI NEUROMUSKULER
MENUNJUKKAN SUATU SPEKTRUM MANIFESTASI KLINIS
UMUMNYA SELALU DENGAN GEJALA KELELAHAN OTOT VOLUNTER BAIK YANG SIFATNYA MENYELURUH ATAUPUN LOKAL
PREVALENS
NEGARA MAJU : 1 DARI 10.000 SAMPAI 50.000 PENDUDUK
USA : 14 DARI 100.000 PENDUDUK
PADA WANITA LEBIH BANYAK ANTARA 10 – 30 TAHUN
PADA PRIA ANTARA 60 – 80 TAHUN
PADA WANITA DIJUMPAI DUA KALI LIPAT DIBANDINGKAN PRIA
PATOFISIOLOGI dan ETIOLOGI
MERUPAKAN PENYAKIT OTOIMUN
OTOANTIBODI MENGIKAT SUBUNIT ALFA RESEPTOR ASETILKHOLIN PADA AREA POS SINAPS DAN MENGUBAH KONFIGURASINYA
MENGGANGGU TRANSMISI IMPULS

ANTIBODI
90% MG DENGAN KELEMAHAN UMUM MENUNJUKKAN ANTIBODI IgG ANTI RESEPTOR ASETILKHOLIN DALAM DARAHNYA
PADA MG DENGAN GEJALA MURNI OKULER TIDAK DIJUMPAI
KADAR ANTIBODI TIDAK BERKAITAN DENGAN DERAJAT BERAT MG MAUPUN AKTIVITAS PENYAKIT
PEMERIKSAAN SEKWENSIAL SERINGKALI BERGUNA UNTUK MEMONITOR RESPON TERAPI

PATOGENESIS OTOIMUN
TIMOMA PADA SEBAGIAN PASIEN (15%)
SEL-SEL MIOID TIMUS DAN OTOT MEMILIKI ANTIGEN YANG SAMA
RESPON OTOIMUN YANG ABNOR-MAL DAPAT BERMULA DARI GANG-GUAN TOLERANSI IMUNITAS PADA TINGKATAN TIMUS
SETELAH TIMEKTOMI DAPAT TERJADI PERBAIKAN


GAMBARAN KLINIS
KELEMAHAN/KELELAHAN OTOT SKELET YANG SEJALAN DENGAN AKTIVITAS OTOT
KELEMAHAN CENDERUNG LEBIH PARAH PADA SORE HARI ATAU DENGAN PENINGKATAN AKTIVITAS
DISTRIBUSI BERVARIASI DAN ACAP-KALI TIDAK SIMETRIS
GAMBARAN KLINIS
60% KASUS MG DIAWALI DARI KELEMAHAN OTOT MATA
PADA STADIUM LANJUT BOLEH DIKATAKAN 90% ADA KELEMAHAN OTOT MATA
PTOSIS PADA SORE HARI BERTAM-BAH BERAT
REFLEKS TENDO NAMPAK RELATIF BAIK UNTUK KELEMAHAN OTOT EKSTREMITAS

PROGRESI PENYAKIT
BILA SAMPAI KURANG LEBIH 2 TAHUN MIASTENIA OKULER TIDAK BERKEMBANG, MAKA MG TIDAK AKAN SEMAKIN PARAH
TETAPI MG DAPAT PULA BERKEM-BANG BEGITU CEPAT SEHINGGA DALAM WAKTU BEBERAPA MINGGU DAPAT MENGENAI OTOT PERNA-PASAN
FAKTOR PENCETUS: STRES,INFEKSI, KEHAMILAN

PERJALANAN MG ALAMIAH
STADIUM AWAL YANG SIFATNYA LABIL : SEKITAR 7 TAHUN (DAPAT TERJADI REMISI SPONTAN ATAU KEMATIAN); TIMEKTOMI EFEKTIF
STADIUM PROGRESI YANG LAMBAT: KEMATIAN JARANG, TIMEKTOMI MENJADI KURANG EFEKTIF
STADIUM KE 3: LEBIH DARI 15 TAHUN: RESPON TERHADAP OBAT ANTIKHOLIN-ESTERASE SANGAT BERKURANG DAN TERJADI ATROFI OTOT


DIAGNOSA
ANTIBODI ANTI-AchR DALAM DARAH POSITIF
TES TENSILON (SENSITIVITAS 60%)
PEMERIKSAAN STIMULASI REPETITIF DENGAN ALAT EMG
BILA MG RINGAN HANYA 50% MENUNJUKKAN HASIL ABNORMAL
BILA MG MODERAT / PARAH 80% MENUNJUKKAN HASIL ABNORMAL

TERAPI DENGAN OBAT
ANTIKHOLINESTERASE
PIRIDOSTIGMIN BROMIDA 60MG – 80MG SETIAP 3-4 JAM
HINDARKAN DOSIS TINGGI APALAGI JANGKA PANJANG
EFEK SAMPING: SEKRESI BRON-KHUS BERLEBIHAN, BRONKHO-SPASM, DIARE, MIOSIS, BRADIKARDI DAN KRAM ABDOMEN
TERAPI DENGAN OBAT
KORTIKOSTEROID
PREDNISON : 5 MG/HARI, NAIK 5 MG SETIAP MINGGU (SAMPAI 60-80 MG PER HARI DENGAN DOSIS TERBAGI)
SETELAH BEBERAPA MINGGU UMUMNYA MEMBAIK, BILA STABIL DOSIS TURUNKAN SAMPAI 10-15MG EMPAT KALI SEHARI
PREDNISON 80-90% EFEKTIF PADA KASUS BERAT
TERAPI DENGAN OBAT
AZATHIOPRIN 2.5 MG PER KG/BB
REMISI: DOSIS DIKURANGI 25 MG SETIAP 3 BULAN
SETIAP MINGGU PEMERIKSAAN HITUNG DARAH DAN TES FUNGSI HATI SELAMA 8 MINGGU
WASPADA TERHADAP EFEK TERATOGENIK, INFEKSI, KEGA-NASAN
TERAPI DENGAN OBAT
PLASMAPHERESIS : 55CC/KG/BB SETIAP HARI SELAMA 5 HARI
PERBAIKAN JANGKA PENDEK
REMISI PUNCAK HARI KE 2-5 SETELAH PLASMAPHERESIS TERAKHIR SP MG KE 2-4
SERING DIGUNAKAN UNTUK MENGATASI EKSASERBASI AKUT MG ATAU PERSIAPAN TIMEKTOMI
TERAPI DENGAN OBAT
IMMUNOGLOBULIN INTRAVENUS 400MG/KG/BB SELAMA 5 HARI
UNTUK KASUS DENGAN EKSASER-BASI MG AKUT DAN MENGGUNAKAN RESPIRATOR
UNTUK KASUS DENGAN KESULITAN MENELAN DAN KELUMPUHAN YANG BERAT

PENYAKIT DEMIELINISASI

dr. ATTIYA RAHMA Sp.S
PENDAHULUAN
Sklerosis multipel merupakan penyakit demielinasi inflamasi pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan gejala neurologi yang amat bervariasi dan menyebabkan berbagai disabilitas.
Patofisiologi pasti dari sklerosis multipel tidak jelas  proses autoimun.

Distribusi luas dari lesi  kilinis yang bervariasi : hilang rasa, kelemahan otot, pandangan kabur, inkoordinasi kerusakan kognitif, fatigue, nyeri serta gangguan berkemih dan usus.
Perjalanan penyakit sklerosis multipel  tak dapat diprediksi akibat perubahan pola kebutuhan tiap waktu.
Membutuhkan terapi selama beberapa dekade.
EPIDEMIOLOGI
Biasanya muncul pada usia 20 - 40 tahun.
Wanita lebih rentan daripada pria  perbandingan 2:1.
Ras dan tempat tinggal (geografi) berpengaruh terhadap kerentanan pada penyakit ini  risiko sklerosis multipel meningkat dengan meningkatnya jarak dari ekuator.
JENIS MULTIPEL SKLEROSIS
Relapsing Remitting Multiple Sclerosis (RRMS)
Secondary Progressive Multipel Sclerosis (SPMS)
Primary Progressive Multiple Sclerosis (PPMS)
Progresive Relapsing Multipel Sclerosis (PRMS)
Relapsing Remitting Multiple Sclerosis (RRMS)
Merupakan jenis sklerosis multipel yang paling sering dijumpai  sekitar 85% pasien dengan pola seperti ini.
RRMS biasanya timbul dengan onset akut atau subakut dari gejala neurologis, dimana orang dapat pulih dari keadaan ini secara total atau parsial.
Relaps selanjutnya  interval yang ireguler.
Bila pemulihan relaps bersifat inkomplet  penderita dapat mengalami defisit dan disabilitas neurologi.

Secondary Progressive Multipel Sclerosis (SPMS)

Setelah beberapa waktu RRMS  mengalami progresivitas dalam hal defisit dan disabilitas neurologi yang ireversibel (SPMS).
Proporsi penderita yang mengalami progressive disease meningkat dengan bertambah lamanya follow up.
Pada sebuah penelitian di Kanada, 41% penderita RRMS memasuki fase progresif sekunder dalam waktu 6 – 10 tahun dari onset penyakit dan meningkat 58% menjadi 11 – 15 tahun setelah onset.
Orang dengan SPMS dapat berlanjut mengalami superimposed relapse.

Primary Progressive Multiple Sclerosis (PPMS)

PPMS ditandai dengan progresive disease sejak onset, dengan akumulasi bertahap dari defisit neurologi atau disabilitas, tanpa relaps atau remisi
kira-kira meliputi 20 – 15% dari keseluruhan sklerosis multipel.
Umur rata-rata dari onset sekitar 40 tahun, dan usia ini lebih tua dibandingkan pada RRMS
pria lebih banyak mengalami jenis ini
Usia saat onset dan tingkat progresi mirip dengan fase progresif SPMS.

Progresive Relapsing Multipel Sclerosis (PRMS)

PRMS didefinisikan sebagai penyakit progresif dari onset dengan superimposed relapse.
Penyakit progresif merupakan predominan
Hampir serupa dengan PPMS.

AKTIVITAS PENYAKIT

amat bervariasi dari yang bersifat asimtomatik secara klinis dan hanya terdapat bukti patologi berupa bukti yang ditemukan secara tak sengaja pada pemeriksaan postmortemsampai yang bersifat progresif dengan munculnya kecacadan akumulatif dengan cepat.
Jenis penyakit agresif dan ganas dapat disebabkan oleh relaps berulang dengan pemulihan neurologi atau tidak, atau progresivitas penyakit yang cepat.
Sklerosis multipel jinak  perjalanan penyakit minimal.
Proprorsi penderita dengan penyakit jinak adalah minoritas dan kejadiannya menurun dengan lamanya follow up.
penyakit jinak yang tertalu lama dapat menjadi agresif dan mengakibatkan disabilitas yang parah
makin lama durasi sklerosisi mutipel  semakin rendah diasabilitas  semakin orang tersebut cenderung menjadi stabil.
DIAGNOSIS SKLEROSIS MULTIPEL

Pada tahun 1965 Schumacher dll membuat 6 kriteria yang penting untuk mendiagnosis sklerosis multipel
Pada tahun 1983, Poser dkk memodifikasi kriteria untuk menggabungkan bukti paraklinis dan laboratorium dan untuk memperlebar usia onset sapai 59 tahun.
McDonald dkk 2001  Pemeriksaan Diagnostik yang dibutuhkan untuk membedakan manifestasi sklerosis multipel (termasuk kriteria detail untuk abnormalitas MRI juga)

diagnosis diklasifikasikan sebagai secara klinis definite, kemungkinan (probable), cenderung (possible) sklerosis multipel.
40 tahun kemudian prinsip klinis dari kriteria tersebut tetap valid walaupun telah banyak rekomendasi untuk modifikasi yang mencerminkan perkembangan penegakan diagnosis.

Kriteria diagnostik menurut Schumacher
Usia saat onset 10 – 50 tahun
Tanda neurologi objektif yang muncul saat pemeriksaan
Gejala dan tanda neurologi yang menunjukkan penyakit substansia alba SSP.
Penyebaran pada area:
dua atau lebih area anatomi terlibat yang tidak berdekatan.
Penyebaran dalam waktu:
2 atau lebih episode perburukan yang berlangsung minimal 24 jam dengan jarak 1 bulan atau lebih, atau
Progresitivitas yang berlangsung dalam 6 bulan.
Tidak terdapat penjelasan yang baik oleh ahli neurologi

MELIBATKAN PASIEN DALAM PROSES DIAGNOSTIK

Penderita dengan skelrosis multipel merupakan bagian yang penting dalam hal keterlibatan dan komunikasi yang jelas selama proses diagnostikFase diagnostik didefinisikan sebagai waktu menunggu yang penuh penantian
Penderita dengan sklerosis multipel menginginkan diagnosis akurat, akses terhadap dukungan yang sesuai, informasi, dan pendidikan berkelanjutan sat dan selama waktu diagnosis.
Pedoman NICE menganai sklerosis multipel menyerupai prinsip-prinsip ini dan membuat sejumlah rekomendasi dari praktek yang baik
Proses Diagnostik Manajemen sklerosis multipel pada pusat pelayanan kesehatan primer dan sekunder, NICE 2003
Seseorang yang dicurigai mempunyai MS harus dirujuk ke pusat perawatan neurologi, dan dan harus dilakukan pemeriksaan degan cepat  tidak boleh lebih lama dari 6 minggu).
Pasien harus diberitahu segera apabila telah ditentukan diagnosis MS probable, sebelum melanjutkan ke pemeriksaan selanjutnya.
Selama proses diagnostik, para perawat profesional seharusnya:
Mengetahui seberapa banyak informasi dan hal-hal apakah yang ingin diketahui penderita
Mendikusikan bagaimana dan tujuan dari semua pemeriksaan
Penderita harus ditemui sekali lagi setelah semua pemeriksaan selesai dilakukan (direkomendasikan pada enema minggu setelahnya) dan diagnosis dikonfirmasi atau ditolak. Jika diagnosis ditegakkan maka penderita harus diberitahu mengenai diagnosis tersebut oleh dokter dan spesialis dengan keahlian MS; biasanya dilakuakn oleh konsultan atau seorang registrar spesialis yg berpengalaman.

Setelah diagnosis ditegakkan maka penderita sebaiknya
Ditawarkan minimal satu kali pertemuan dalam waktu dekat (direkomendasikan tidak lebih lama dari 4 minggu) agar dapat bertemu kembali dokter yang telah mendiagnosis;
Tetap bertemu dengan seorang perawat yang terampil atau pekerja paramedis, idealnya adalah dengan seorang dengan pengethuan mengenai MS;
Ditawarkan informasi tulisa mengenai organisasi yang mendukung penyakit ini;
Ditawarkan informasi mengenai penyakit yang baru saja didiagnosis.
Dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis, penderita harus ditawarkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam program pendidikan yang mencakup semua aspek tentang MS.

MANAJEMEN RELAPS AKUT

Sebuah relaps akut  sebuah episode ganguan neurologi, salah satunya terlihat pada sklerosis multipel yang berlangsung selama minimnal 24 jam, dimana tak ada penyebab lain seperti demam.
Khususnya sebuah relapse muncul selama beberapa hari, Mencapai plateu, dan kemudian hilang dalam berbagai derajat selama bebrapa minggu atau bulan.
Pasien yang mengalami relapse harus siap dengan onset tiba-tiba yang serupa dengan gejala neurologis lain yang menimbulkan stres secara fisik maupun psikologis serta mengakibatkan hendaya sosial dan fungsional.

Pada jangka waktu yang lebih panjang, remisi inkomplet dari dari sebuah relaps dapat mengakibatkan residu berua defisit neurologi.
Manajemen relaps akut membutuhkan pendekatan komprehensif yang mempunyai pengaruh medis, fungsional dan psikososial.
Manajemen termasuk edukasi mengenai relaps, dukungan saat terjadi relaps, terapi untuk mempercepat atau memperbaiki pemulihan dari relpas, dan terapi gejala serta rehabilitasi.
Bagian lain dari penatalaksanaan adalah megurangi frekuensi relaps dengan terapi yang memodifikasi penyakit seperti interferon beta.

Terapi relaps akut

Terapi yang direkomendasikan : terapi kortikosteroid. Pedoman NICE merekomendasikan terapi kortikosteroid harus ditawarkan jika episodenya cukup lama untuk menyebabkan gejala yang membuat stres dan peningkatan pembatasn aktivitas.
Jika seseorang mengalami peningkatan gejala dan disabilitas neurologi secara tiba-tiba, atau mengalami gejala neurologi baru, sebaiknya dilakukan penilaian untuk menentukan diagnosis (alasan untuk perubahan).
Penilaian diagnosis seharusnya:
Dilakukan dalam waktu yang sesuai dengan munculnya gejala klinis
Dipertimbangkan munculnya penyebab infeksi yang baru
Melibatkan dokter umum pada pelayanan medik neurologi akut
Pemeriksaan neurologi lebih lanjut harus dilakukan kecuali diagnosis MS itu sendiri masih diragukan.

Cara kerja kortikosteroid  mengurangi edema, menstabilkan sawar darah otak, menurunkan kadar sitokin proinflamasi dan memicu apoptosis sel T
Pedoman NICE merekomendasikan metilprednisoon 500mg – 1g perhari intravena, atau metilprednisolon oral dosis tinggi 500mg – 2g per hari, diberikan selama tiga sampai lima hari.
Sampai saat ini terapi kortikosteroid hanya terbukti efektif pada tahap pemulihan relaps. Pengaruhnya pada outcome jangka panjang belum dapat dibuktikan.
Terapi kortikosteroid intravena diperbolehkan tetapi direkomandasikan tidak diberikan lebih dari 3 kali dalam setahun.
Perhatikan & pertimbangkan Risiko Terapi Kortikosteroid

Terapi lain

pengganti plasma (plasma exchange)  pada pasien dengan defisit neurologi akut yang parah akibat penyakit demielinasi yang tidak berespon terhadap terapi kortikosteroid.
Interferon beta-Ib  mengurangi sampai 30% serangan pd MS

EPILEPSI

dr.Athiya Rahma Sp.S
PENDAHULUAN
EPILEPSI = EPILAMBANEIN (500-700 SM)
SESUATU BERASAL DARI LUAR BADAN
KUTUKAN ROH JAHAT / SETAN
HIPOCRATES :
SUATU PENYAKIT OTAK
BUKAN KEKUATAN GAIB
GAMBARAN EPILEPSI
TIBA TIBA TIDAK DAPAT BICARA
KEHILANGAN KESADARAN
TIDAK BEREAKSI :
RANGSANGAN
PENDENGARAN
PENGLIHATAN
NYERI


GAMBARAN EPILEPSI (LANJUTAN)
BADAN TERTARIK KESEGALA JURUSAN
KEDUA LENGAN /TANGAN BERKEJANG
KAKI MENENDANG NENDANG


GAMBARAN EPILEPSI (LANJUTAN)
GIGI GELIGI TERKANCING
MATA BERPUTAR
DARI MULUT KELUAR BUSA
NAFAS SESAK , MUKA PUCAT
JANTUNG BEDEBAR
BANYAK KERINGAT
KADANG DIIKUTI BUANG AIR
APAKAH EPILEPSI ITU ?
GANGGUAN FUNGSI OTAK SECARA PERIODIK AKIBAT LEPAS MUATAN LISTRIK BERLEBIHAN / TIDAK TERATUR PADA SEL SEL OTAK SECARA TIBA TIBA

MENGAKIBATKAN

PENERIMAAN DAN PENGIRIMAN ARUS ANTARA BAGIAN - BAGIAN OTAK, DARI OTAK KE BAGIAN - BAGIAN LAIN TUBUH TERGANGGU
PENYEBAB EPILEPSI
TIDAK DIKETAHUI = 70 %
EPILEPSI PRIMER/IDIOPATIK
GANGGUAN KESEIMBANGAN KIMIAWI SEL - SEL OTAK
± 5 % FAKTOR KETURUNAN
AMBANG KEJANG RENDAH  LEBIH PEKA UNTUK TERJADI KEJANG
ORANGTUA EPILEPSI  BESAR KEMUNGKINAN ANAK EPILEPSI


PENYEBAB EPILEPSI (LANJUTAN)
PENYEBAB DIKETAHUI = 30 %
EPILEPSI SEKUNDER / ORGANIK / SIMPTOMATIS
CONTOH :
TRAUMA KEPALA
KELAINAN BAWAAN OTAK
KOMPLIKASI PERSALINAN
INFEKSI OTAK
STROKE
TUMOR OTAK
MEKANISME DASAR EPILEPSI

dipengaruhi :
Fungsi membran

Voltase membran

Mekanisme non sinap

Mekanisme sinap


Epilepsi adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh pelepasan listrik tak teratur dan berlebihan dari sekumpulan neuron otak
Dalam keadaan normal aktifitas otak yang terdiri dari aktifitas listrik dan kimiawi berlangsung seimbang. Epilepsi timbul bila terjadi gangguan salah satunya
Transmisi sinaptik elektrik terutama dipengaruhi oleh ion sodium, potasium, dan klorida. Transmisi sinap kimiawi dikendalikan terutama oleh neurotransmiter asam glutamat dan GABA
Mekanisme dasar epilepsi dipengaruhi oleh:
Fungsi membran
Voltase membran
Mekanisme sinap
Mekanisme non sinap






Potensial membran : selisih potensial intra & ekstra sel
intrasel lebih negatif dari pada ekstra sel
Potensial membran istirahat :
selisih potensial selama tidak mendapat rangsangan
Depolarisasi : bila sel mengalami rangsangan potensial membran
menurun , intrasel lebih positif dari ekstrasel
Repolarisasi : potensial membran yang bergeser kembali ke posisi
potensial membran istirahat
Hiperpolarisasi : penurunan dari tingkat potensial membran istirahat
Ambang rangsang : batas rangsangan kecil yang dpt menimbulkan depolarisasi
Ambang letup ( potensial aksi ) : batas rangsangan yang dapat menimbulkan
depolarisasi membran Hukum All or none

Neurotransmiter
Eksitasi
Glutamat




Inhibisi
GABA
Ujung akson
Vesikel
Berikatan dg reseptor paska sinap
Rusak dalam
Celah sinap
Berikatan dg otoreseptor
pre sinap

JENIS SERANGAN EPILEPSI
EPILEPSI UMUM
EPILEPSI TONIK KLONIK ( GRAND MAL )
EPILEPSI ABSENS ( PETIT MAL )
EPILEPSI MIOKLONIK
EPILEPSI ATONIK

JENIS SERANGAN EPILEPSI (LANJUTAN)
EPILEPSI PARTIAL
EP PARTIAL SEDERHANA
( KESADARAN UTUH )
EP PARTIAL KOMPLEKS
( KESADARAN TERGANGGU )
EP PARTIAL YANG BERKEMBANG MENJADI EPILEPSI UMUM

SERANGAN GRAND MAL
WANITA 18 TH , SEJAK 12 TH MENDERITA SERANGAN KEJANG 1 X SEMINGGU. SIFAT SERANGN SBB : TIBA TIBA MENJERIT, JATUH PINGSAN DISERTAI KAKU SELURUH BADAN ( KEJANG TONIK ) ± 1/2 MENIT.

SERANGAN GRAND MAL (LANJUTAN)
KEDUA LENGAN DIBENGKOKAN DI SIKU DAN PERGELANGAN TANGAN KEDUA TUNGKAI LURUS , DISUSUL OLEH KEJANG KEJANG
( FASE KLONIK ) SELAMA BEBERAPA MENIT, MUKA BIRU, MULUT BERBUSA, SERING NGOMPOL KEMUDIAN PENDERITA TERTIDUR , SETELAH SADAR PENDERITA TAMPAK BINGUNG, SERING SAKIT KEPALA

SERANGAN PETIT MAL
WANITA 6 TH SEJAK USIA 1 TH SERING MENGALAMI SERANGAN BEBERAPA KALI/HR. TIBA TIBA KEHILANGAN KESADARAN , TAPI TIDAK JATUH. TERDIAM DAN MEMANDANG KEMUKA , PUCAT, TIDAK MENYAHUT.

SERANGAN PETIT MAL (LANJUTAN)
KELOPAK MATA BERKEDIP KEDIP, MEMEGANG - MEGANG BAJU, GERAK - GERAKAN KEPALA KEBELAKANG DG FREKWENSI 3 SIKLUS PERDETIK
SERANGAN BERLANGSUNG BEBERAPA DETIK, TIBA TIBA SADAR KEMBALI DAN MELANJUTKAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN SAAT SERANGAN TIMBUL

EPILEPSI PARTIAL SEDERHANA SERANGAN EPILEPSI FOKAL MOTORIK
LAKI LAKI 45 TH, 5 BULAN SETELAH OPERASI TUMOR OTAK, MENGALAMI SERANGA N KEJANG SEBELAH KIRI BADAN 3 X /BULAN
SERANGAN TIMBUL TIBA TIBA, MULUT SEBELAH KIRI TERTARIK TARIK, DISUSUL MUKA SEBELAH KIRI, KEMUDIAN TERJADI KEJANG KEJANG LENGAN KIRI, LAMA SERANGAN KIRA KIRA 2 MENIT DAN PENDERITA TETAP SADAR
EPILEPSI PARTIAL KOMPLEKS SERANGAN EPILEPSI PSIKOMOTOR (HALUSINASI, OTOMATISME)
WANITA 35 TH SEJAK BEBERAPA BULAN SETIAP 1 X SEMINGGU MENGALAMI SERANGAN EPILEPSI
DALAM SUATU SERANGAN PENDERITA TIBA TIBA MEMBAUI SESUATU YANG LANGU, KEMUDIAN SEOLAH OLAH MENDENGAR SUARA GEMURUH , MELIHAT BAYANGAN - BAYANGAN , KESADARANNYA MENURUN.


EPILEPSI PARTIAL KOMPLEKS (LANJUTAN)
MULUTNYA MENGECAP NGECAP, LIDAHNYA MENJILAT - JILAT.
PENDERITA MELAKUKAN GERAKAN SEPERTI MENELAN, MERABA-RABA ATAU MEREMAS - REMAS BAJU, MUKA MENJADI BIRU, KEPALA MENEGUK KE KIRI
BISA TERTAWA, TERTIDUR. LAMA SERANGAN BISA SAMPAI 5 MENIT
DIAGNOSIS EPILEPSI
ANAMNESIS / TANYA JAWAB
SERANGAN PERTAMA / BERULANG ?
DENGAN KEJANG / TIDAK ?
APAKAH SERANGAN DIMULAI PADA SATU BAGIAN TUBUH ?
DIAGNOSIS EPILEPSI (LANJUTAN)
BAGAIMANA AKTIVITAS MOTORIKNYA ?
APAKAH TERJADI KEJANG PADA SELURUH ANGGOTA GERAK ?
APAKAH TERLIHAT BINGUNG ?
TERTIDUR ATAU SAKIT KEPALA SETELAH SERANGAN ?

DIAGNOSIS EPILEPSI (LANJUTAN)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
MENENTUKAN :
KELAINAN OTAK
KELAINAN METABOLIK
DIAGNOSIS EPILEPSI (LANJUTAN)
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN LAIN :
LABORATORIUM DARAH
X FOTO
CT SCAN
MRI
DIAGNOSIS EPILEPSI (LANJUTAN)
ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG)
ADANYA AKTIVITAS SERANGAN (GELOMBANG-GELOMBANG EPILEPTIK)
TIDAK ADANYA GELOMBANG EPILEPTIK BELUM MENYINGKIRKAN DIAGNOSIS EPILEPSI 
ULANGAN PEMERIKSAAN EEG DIPERLUKAN
PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
INTELEGENSI UMUM
STATUS FUNGSI OTAK
LOKASI KELAINAN DI OTAK
KAPAN DINYATAKAN EPILEPSI
SERANGAN BERULANG ( LEBIH DARI 1 X )
DENGAN KEJANG
TANPA KEJANG
PENYEBAB
TIDAK DIKETAHUI = EPILEPSI PRIMER/IDIOPATIK
DIKETAHUI = EPILEPSI SEKUNDER /SIMPTOMATIS
KAPAN DINYATAKAN EPILEPSI (LANJUTAN)
AKTIVITAS EPILEPTIK PADA REKAMAM EEG
KASUS TERTENTU DIPERLUKAN
X FOTO
MRI
CT SCAN , DLL

PRINSIP TERAPI EPILEPSI
1. Upayakan monoterapi
2. Cari dosis minimal yang efektif
naikkan dosis sampai kejang terkendali
3. Monitor kadar obat dalam serum
( kepatuhan dan toksisitas )
4. Bila kejang belum terkendali pikirkan
politerapi dan obat pilihan kedua
5. Penghentian obat setelah 2 th bebas kejang

DOSIS
Obat Anti Epilepsi Pilihan Pertama
Difenilhidantoin (5 mg/kg)
Fenobarbital ( 2 - 6 mg / kg / hari )
Karbamazepin (10 - 30 mg / kg / hari )
Klonazepam ( mulai 0,5mg )
Sodium Valproat ( 70 - 300 mg / kg / hr ) ( anak 15 mg / kg BB/hr )
OBAT ANTI EPILEPSI PILIHAN KEDUA
Gabapentin
Klobazam
Lamotrigin
Okskarbazepin
Topiramat
Vigabatrin
KADAR OBAT DALAM SERUM
Fenitoin 10 - 20 µg/ml
Fenobarbital 20 - 40 µg/ml
Karbamazepin 5 - 10 µg/ml
Valproat 50 - 100 µg/ml
WHO GUIDE LINE
Right Diagnosis
Right Drug
Right Dosage
Right Route
Right Tolerance
Right Time
Right Price
HARGA OBAT
CARBAMAZEPIN (Generik) ……… Rp 395
DEPAKOTE …………………. Rp 4.140
DILANTIN …………………. Rp 2.375
LUMINAL 100mg ………………… Rp 200
PHENYTOIN …………………. Rp 715
TEGRETOL CR …………………. Rp 2.755
RIVOTRIL …………………. Rp 3.795
LAMICTAL 100 mg ………………. Rp 9.390
NEURONTIN ………………… Rp10.450
TRILEPTAL ………………… Rp 5.040